Postingan

EMU

Gambar
Malam itu adalah malam yang sangat menyeramkan bagi Emu. Bukan karena takut akan hantu atau sejumlah makhluk astral lainnya seperti yang ada di film-film. Malam itu dia diajak oleh teman-temannya untuk pergi ke tempat hiburan. Mendengar ajakan itu, sebentar saja otak Emu membeberkan kengerian tempat itu yang selalu ditakuti dan dijauhi orang soleh. Dia sudah menerka-nerka apa yang akan terjadi seandainya dia berada bersama orang-orang di hadapannya itu, dan berkumpul dengan orang-orang  yang sudah jauh meninggalkan Tuhan, atau bahkan mungkin dengan orang yang belum pernah mengenal Tuhan sekalipun. Sebentar saja pikirannya membayangkan akan didatangi wanita-wanita malam dengan pakaian seminim mungkin untuk menggugah 'hasratnya',  dan kemudian dia akan disuguhi dengan minuman yang membuatnya lupa siapa dirinya , berjalan sempoyongan, dan memaki orang di sekitarnya dengan omongan tidak jelas, sambil mengeluarkan isi perutnya kemana-mana. "Ini musibah besar" pikirnya. Tan

Hari ini

Kali ini aku terpaksa menulis lagi, karena ada seseorang yang berhasrat mengganti posisi ku. Tapi, selow aja, karena aku gak bakalan ngasih kesempatan buatnya. Selagi sportif, kenapa tidak, aku juga akan berusaha semampuku untuk 'menaklukkannya'. Semoga setelah membaca ini, beliau tidak langsung jera, dan mengambil jalan pintas 'resign' dari dunia kepenulisan. wkwkkwkw Nah, itu hanya pengantar. Yang intinya adalah kisah berikut ini... Kemarin malam aku belanja ke super market. Sepanjang perjalanan banyak hal yang terlintas di pikiranku. Salah satunya, jatah 'dinasku' di negeri sakura ini. Sebentar lagi mau tidak mau, aku harus rela meninggalkan negeri ini. Walaupun terasa berat, tapi ada hal yang lebih utama untuk ku tuntaskan di tanah air. Jika ada pertemuan, akan ada pula perpisahan. Suatu ketentuan yang tidak dapat dielakkan di bumi Tuhan ini. Selama berada di sini, banyak sudah kenangan yang tercipta. Menjalani waktu, dalam suka maupun duka. Canda tawa

Nurul Ilmi

Baru saja selesai sholat shubuh, wanita itu menuju gedung SMA yg tidak jauh dari asrama. Amplop bercorak bunga disembunyikannya di balik mukena yang masih me nempel menutupi auratnya. Pikirannya kacau, antara ya atau tidak. Tentunya ia sudah pikir masak-masak akibat kedua pilihan tersebut. Lama ia memikirkan tindakan yang terbaik. Kalau ia tidak 'nekad', mungkin ia ak an kehilangan sosok mengagumkan itu. Atau sang idola tidak akan pernah tau gejolak yang sedang berkobar di hatinya. Atau bisa jadi ia akan kehilangan karena kalah cepat dengan saingan lain, yang lebih berani 'menjangkau' hati sosok idola. Pada saat yg sama, ia takut terkena resiko yang mungkin ia terima, kalau saja amplop berisi curahan hati itu jatuh ke tangan yang salah. Ini sekolah Islami, jangankan pacaran, saling lirik aja dilarang keras. Tapi ia harus bagaimana, pesona idola itu sungguh telah mencuri seluruh perhatiannya, dan sejak pertama jumpa perhatiannya hanya seputar lelaki itu. Dan p

Mount Fuji

 Hari pertama Aku masih ragu sore itu. Kalau aku buru-buru tentunya ini bukan liburan namanya, tapi kejar waktu. Maksudku, tak mesti resah dengan waktu, sementara besok masih ada. Tapi dari seberang sana berkata tidak. Harus sore itu juga. Aku terdiam sejenak, dan menatap ke luar kamar ku. Tak lama kemudian, telpon itu berdering lagi, "Jal, lhow harus ke sini sekarang. Udah ada mbah Rudi, Firdaus, dan juga Julmy. Pokoknya seru dah. Malam ini biar kita bantai habis-habisan." katanya. Belum juga aku tanggapi, kembali suaranya terdengar lagi, "Klo lhow datang besok, nyesel Jal. Besok kita ke tempatnya rasiman. Skrg kami lagi foto2 nie di Asakusa. Telponnya ga usah di matiin, biarin aja. Biar ntar lhow ada, walau hanya suara...ahhahhaha...mbah katanya kangen baed ama lhow" katanya lagi. Kalimatnya memang tak perlu aku cerna. Sangat sedikit berisi faedah. Selebihnya, basa-basi. Memang aku mengerti, betapa teman banyak daya tariknya. Kehilangan teman, b

Karena aku menanti jiwamu

Pagi itu bu Shaliha merasa tentram, tidak seperti biasanya. Segera setelah selesai shubuh ia menyiapkan sarapan pagi buat putri dan suaminya. Karena begitu matahari terbit ia harus buru-buru pergi. Ketika ia tiba di rumah, suaminya masih belum tiba dari musholla. Sementara Ainun, putri semata wayangnya sholat di rumah. "Ain, tolong bilangin ke ibunya Aida, malam ini pengajiannya ga jadi" kata bu Shaliha kepada Ainun yang baru saja selesai sholat shubuh di kamarnya. "Kok buru-buru amat sih bu. Masih pagi-pagi juga. Nanti kan bisa, bu" jawab Ainun sambil beranjak ke rak bukunya. Ia mengambil Qur'an dan hendak melanjutkan hafalannya. Sudah 3 bulan ini Ainun rutin menghafalkan Qur'an. Ia iri melihat teman sekampusnya, Taqiyya Akifa Naila, yang hampir menyelesaikan seluruh Al-Qur'an di usianya yang masih muda. "Ibu mau ke rumah tante Misna. Ada hajatan di sana. Mungkin ibu pulang agak malam" lanjut ibunya. "Tapi bu, Ainun malu k

Pemimpi dan mimpinya

Pemuda itu terlihat OPTIMIS. Dia berlari kencang di awal-awal. Keyakinannya tinggi seolah mimpinya di depan mata. Ia berlari terus tak kenal lelah. Setelah beberapa jauh, ia merasa kecapean. Dan ia berlari pelan. Di sampingnya ada juga yang berlari mengejar impian. Mereka akhirnya mengobrol, bercerita tentang pencapaian mimpi. Orang yang di sampingnya berkata, bahwa begitu banyak orang yang sepertinya, berlari kencang ketika di awal. Dan hampir semua menyerah ketika di pertengahan. Cerita ini sedikit membuat pikirannya terusik. Tapi ia belum begitu yakin. Keyakinannya untuk meraih impian masih lebih besar. Ia kembali meninggalkan orang itu, dan berlari kencang dengan beban pertanyaan yang membekas di kepalanya. Apa benar begitu, banyak yang menyerah di tengah jalan? Fisiknya sedang berlari, tapi semangatnya terhenti di pertanyaan misterius itu. Tiba di suatu tempat yang tidak ia kenal, ia berhenti dan melihat seorang yang sedang mengerjakan kebunnya. Ia mendekati orang

Pesan seorang ayah kepada putranya

Nak, kemarilah... Dengarkan ayah bercerita... Lihat penjual bakso itu... Lihat pedagang kaki lima itu... Dahulu mereka sama seperti mu nak, sangat disayang ayah dan ibunya,,, apa yg mereka inginkan, dikabulkan... mereka merasa paling bahagia,,,menikmati masa kecilnya... Mereka membayangkan tempat-tempat yg indah,... Mereka ingin mengunjungi tempat-tempat yg jauh... Tapi nak, Seiring bertambahnya usia mereka, mereka makin membatasi diri... semakin banyak tahu, semakin sempit ruang gerak mereka... setelah mereka merasakan kehidupan sebenarnya, mereka mundur...mundur...dan tak mau melangkah ke depan lagi... akhirnya mereka mengakui sendiri... apa yg mereka lihat di masa kecil, itu hanyalah hayalan semata... Nak,.. Ayah dulu sama seperti mu... menikmati masa kecil ayah... bermain ke sana kemari... pulang sekolah langsung mandi ke sungai... main karet gelang seharian dengan teman, dan pulang ke rumah setelah magrib... Ayah merasa sangat senang waktu itu... Di seko